My Blog

Prevalensi Masalah Kesehatan Pada Pensiunan Atlet

Penurunan Kebugaran Jasmai

Pengalaman menjadi atlet memberikan dampak positif terhadap komponen-komponen kebugaran yang deperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, makna berolahraga kurang dipahami dengan baik oleh beberapa pensiunan atlet. Hal ini menyebabkan pensiunan atlet kehilangan minat untuk berolahraga. Hilangnya minat berolahraga setelah menjadi atlet menjadi suatu dasar untuk mengembangkan langkah dalam membentuk dasar promosi olahraga sepanjang hidup. Promosi tentang manfaat olahraga terhadap kebugaran di luar tujuan kompetitif perlu dilakukan saat atlet aktif menjadi atlet. Tujuannya, supaya minat dalam berolahraga ketika sudah memasuki masa pensiun tidak hilang. Hilangnya minat untuk berolahraga tentunya akan membuat aktifitas fisik pada pensiunan atlet menurun.

Penurunan aktifitas fisik juga dapat terjadi karena masalah kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Pada kasus kesehatan mental, depresi dianggap menjadi faktor risiko berkurangnya aktivitas fisik sehingga menurunkan kebugaran. Selain itu, penurunan aktifitas fisik dapat disebabkan karena dampak dari cedera yang dialami selama menjadi atlet, sehingga menghambat kemampuan pensiunan atlet untuk aktif. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini yaitu dengan melakukan intervensi pada usia muda untuk memahami tujuan aktivitas fisik sehingga berdampak positif terhadap pemahaman manfaat aktifitas fisik pada usia tua. Penelitian lain menunjukkan bahwa motivasi yang ditentukan sendiri, dan khususnya makna latihan, memainkan peran penting dalam partisipasi aktivitas fisik mantan atlet perguruan tinggi.

Kelebihan Berat Badan dan Obesitas

Contohnya mantan atlet arab saudi mengalami peningkatan berat badan setelah masa pensiun dan diikuti dengan perbedaan IMT saat menjadi atlet (Altowerqi et al., 2020, p. 1999). Kenaikan berat badan terjadi karena seorang mantan atlet masih mengikuti pola makan ketika menjadi atlet. Artinya atlet masih mengkonsumsi makanan dengan porsi yang sama ketika menjadi seorang atlet. Akibatnya kenaikan berat badan akan terjadi kepada atlet yang tidak dapat menontrol energi yang masuk dan energi yang keluar dari tubuh. Sehingga, perlu adanya strategi baru pada masa pensiun dalam pemenuhan kebutuhan energi harian yang lebih rendah dibandingkan pada masa menjadi atlet untuk menghindari obesitas (Silva, et al., 2020, p. 2). 

Strategi pengaturan pola makan dapat dijadikan sebagai upaya pencegahan agar atlet pensiun tidak mengalami obesitas. Karena apabila sampai masuk pada klasifikasi obesitas akan menimbulkan berbagai macam penyakit. Overweight dan obesity menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung koroner, dan memperpendek rentang hidup (Altowerqi et al., 2020). Oleh karena itu, masalah obesitas dan masalah terkait kesehatan merupakan hal yang perlu diperhatikan pada masa pensiun, terutama bagi pensiunan atlet yang melakukan aktivitas fisik di bawah rata-rata anjutan aktivitas fisik (Silva, et al., 2020, p. 1). Seperempat kematian atlet di Amerika dikaitkan dengan penyakit kardiovaskular (CVD), terutama pada mantan atlet yang diklasifikasikan sebagai obesitas (McHugh et al., 2019, p. 1). Masalah kesehatan yang ditemukan dalam penelitian lain yaitu kesehatan reproduksi pada mantan atlet wanita. Masalah long-term sequelae of Relative Energy Deficiency in Sport (RED-S), kesehatan reproduksi termasuk permasalahan siklus menstruasi bagi atlet putri yang mempengaruhi kehamilan, kesehatan jantung dan penyakit degeneratif (Thornton, et al., 2023). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkkan bahwa ada beberapa kasus tidak stabilnya menstruasi pada atlet maupun mantan atalet.

Permasalahan Kesehatan

Masalah kesehatan kerap terjadi pada pensiunan atlet, yang pertama terhambatnya pekerjaan karena efek dari cedera ketika aktif berpartisipasi dalam olahraga prestasi. Mengingat atlet yang ikut serta dalam olahraga prestasi dapat menyebabkan peningkatan risiko cedera berkelanjutan (Palmer, et al., 2021). Hal ini dilengkapi dengan bukti yang muncul dari penelitian bahwa pensiunan atlet yang mengalami cedera dapat mengalami nyeri berkelanjutan dan osteoarthritis (Palmer, et al., 2021, p. 1123).  Lalu apakah atlet yang mengalami cedera tidak dapat berpartisipasi kembali menjadi atlet?. Tentunya bisa, atlet yang sudah sembuh dari cedera dapat kembali menjadi menjadi atlet, namun risiko terjadinya cedera lebih besar dan dapat memperburuk keadaan (Pulido et al., 2022, p. 4). International Olympic Committee (IOC) dan World Olympians Association mengkritisi masalah kesehatan atlet pada masa pensiun yang berisiko mengalami masalah musculoskeletal (MSK) khususnya osteoarthritis (Thornton, et al., 2023). Risiko osteoartistik lutut, pinggul, dan pergelangan kaki serta nyeri pada atlet Olimpiade setelah pensiun dari olahraga sangat tinggi (Palmer, et al., 2021, p. 1131). Bahkan nyeri berkelanjutan dan osteoarthritis dapat terjadi (Carmody et al., 2022) (Palmer, et al., 2021, p. 1123). 

Permasalahan kesehatan pada pensiunan atlet tidak lepas dari cedera yang dialami ketika aktif menjadi atlet. Beberapa kasus atlet mengalami brain injury seperti, Chronic Traumatic Encephalopathy (CTE) yang berdampak sampai masa pensiun (Dairi, et al., 2023, p. 156)(Simonetto & Tucsok, 2023, p. 202). Sindrom cushing eksogen terjadi pada pensiunan atlet (Soelistijo, et al., 2020, p. 185). Joint injury selama menjadi atlet berdampak pada permasalahan kesehatan osteoarthritis pada pemain sepak bola setelah pensiun, selain itu cardiovascular disease juga menjadi prevalensi tertinggi pada pensiunan atlet sepak bola (Kuenze, et al., 2023, p. 534). Tingkat prevalensi kondisi kesehatan muskuloskeletal seperti osteoartritis dan kondisi kesehatan psikologis seperti depresi dan penggunaan alkohol yang berbahaya pada pensiunan pemain rugby pria elit yang relatif tinggi (Roux et al., 2023, p. 7). 

Wawasan baru terkait masalah kesehatan jangka panjang pada atlet dapat menjadi dasar bagi peneliti masa depan untuk mengembangkan upaya pencegahan terkait masalah kesehatan di masa depan  (Thornton, et al., 2023, p. 10). Atlet harus melakukan pemeriksaan dengan ahli gizi atau dokter untuk mendiskusikan perubahan besar dalam kebutuhan kalori yang akan terjadi setelah berhenti dari olahraga prestasi. Mengingat tidak jarang pensunan atlet yang memiliki pola makan yang sama setelah memasuki masa pensiun. Selain itu, atlet juga harus diberi nasihat mengenai perubahan yang mungkin dialami tubuh mereka setelah pensiun (Esopenko, et al., 2020, p. 433).

Berdasaarkan pembahasan terkait permasalahan kesehatan pada pensiunan atlet, ternyata masalah kkesehatan mental umum pada masa pensiunan dapat terjadi (Carmody et al., 2022, p. 14). Pengaturan diri yang kurang baik, kecemasan akibat cedera yang berkelannjutan berpengaruh pada pekerjaan, keluarga masalah fisik dan mental (Dong, 2022, p. 419). Pengaturan aktifitas fisik, pengaturan BMI dan kesadaran akan kesehatan mental penting dilakukan untuk pensiunan atlet (Pulido et al., 2022, p. 6). Penyebab masalah mental pada pensiunan atlet umumnya berasal dari manajemen gaya hidup, pengaturan keuangan, adaptasi dengan lingkungan sosial, adaptasi di tempat kerja, keterampilan yang rendah dapat mempengaruhi kondisi mental atlet pada masa pensiun (Zhu, 2023). Atlet pensiun yang dapat beraktifitas dengan normal tanpa adanya gangguan fisik dan mental adalah pensiunan yang rutin melakukan aktifitas fisik dan memiliki pengaturan diri yang baik (Swann et al., 2022, p. 3). 

Seseoranng yang memiliki pengaturan diri yang baik akan menerapkan kedisiplinan, tanggung jawab, dan mudah beradaptasi dengan baik pada perubahan kondisiatau keadaan. Dalam melakukan pekerjaan atlet yang memiliki pengaturan diri yang baik akan dapat akan disiplin dan bertanggung jawab dalam melakukan pekerjaan. Pekerjaan yang dilakukan dapat dilaksanakan dengan baik, karena kedisiplinan yang sudah dibentuk ketika menjadi seorang atlet. Dalam pengaturan pola makan mantan atlet yang memiliki pengaturan diri yang baik akan tetap menerapkan gaya hidup sehat dan menyesuaikan porsi makan dengan kebutuhan energi harian. Sedangkan pada mantan atlet yang tidak dapat menerapkan pengaturan diri yang baik, akan terjadi hambatan dalam melakukan pekerjaan.

Gangguan Makan/Eating Diorders

Gangguan makan merupakan hal yang kerap terjadi pada setiap manusia termasuk pensiunan atlet. Penyebab adanya gangguan makan pada pensiunan atlet bermacam-macam. Pertama, gangguan makan yang terjadi disebabkan oleh kebiasaan diet yang tidak baik selama proses latihan. Hal ini kerap terjadi pada cabang olahraga yang mempertimbangkan berat badan dalam pertandingan, seperti olahraga beladiri. Kewajiban memnuhi batas berat badan tertentu membuat beberapa atlet melakukan berbagai macam diet ekstrem yang menyebabkan gangguan makan seperti anoreksia dan bulmia. 

Anoreksia merupakan kondisi dimana seseorang merasa tubuhnya tidak dalam proporsi yang layak, sehingga penderitanya membatasi makanan yang dikonsumsi untuk mendapatkan komposisi tubuh yang diinginkan. Sementara bulmia merupakan kondisi dimana seseorang merasa bersalah ketika menkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak, sehingga penderita memuntahkan kembali makanan yang sudah dimakan. Gangguan ini dapat terus berlangsung hingga atlet sudah memasuki masa pensiun.

Kedua, permasalahan psikologis. Permasalahan psikologis kerap terjadi pada atlet yang mulai memasuki masa pensiuan. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan ritme kehidupan, tuntutan pekerjaan, dan kurangnya perencanaan di masa pensiun. Permasalahan ini tidak jarang berdampak pada pola makan, beberapa ada yang tidak memiliki nafsu makan hingga tubuh kekurangan gizi. Beberapa memiliki nafsu makan yang tinggi dan tidak terkontrol.

Disfungsi Menstruasi

Disfungsi menstruasi merupakan suatu keadaan yang terjadi karena siklus menstruasi yang tidak teratur dan tidak normal. Hal ini disebakan oleh efek jangka panjang dari proses latihan dengan intensitas yang tinggi selama menjadi atlet. Selain itu, disfungsi menstruasi dapat terjadi ketika seseorang megnalami stress dan kecemasan yang tinggi. Stres dan kecemasan sering terjadi pada pensiuanan aatlet karena perubahan aktivitas harian dan tekanan sosial. Disfungsi menstruasi apabila tidak ditangani sejak dini dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi pada wanita. Sehingga, penting sekali bagi pensiunan atlet untuk berkonsultasi kepada tenaga kesehatan sebagai pencegahan dini.

Mental Illness

Pensiunan atlet menghadapi stres yang berpengaruh pada kesehatan mental. Stres yang disebabkan karena tekanan internal/eksternal, perpindahan waktu, dan cedera fisik jangka panjang. Prevalensi gejala dan gangguan kesehatan mental pada pensiunan atlet kerap dikaji oleh para peneliti. Beberapa hasil penelitian menjelaskan bahwasannya gejala dan gangguan mental pada atlet di masa pensiun terjadi karena adanya perubahan ritme kehidupan pada masa transisi maupun masa pensiun. Ritme kehidupan yang dimaksud yaitu berkaitan dengan kegiatan sehari-hari baik itu dalam segi aktifitas, makan, maupun pola istirahat. Ritme kehidupan dan aktifitas berubah drastis dari masa transisi menuju masa pensiun dan pada masa pensiun. Apalagi bagi atlet yang terpaksa mengakhiri karirinya karena cedera yang fatal, sehingga tidak memungkinkan untuk dapat berkompetisi. Atlet yang pensiun secara tiba-tiba karen cedera memiliki potensi lebih tinggi mengalami gangguan psikologis yang disebebkan oleh rasa kehilangan. 

Perubahan gaya hidup secara tiba-tiba adalah pengalaman umum dalam transisi pensiun seorang atlet yang dapat menimbulkan rasa kehilangan, krisis identitas, penyesalan karir, dan kesulitan dengan. Hasil penelitian menunjukkan bahwasannya pensiunan atlet yang mengalami masalah kesehatan selama menjadi atlet (mengalami cedera) berisiko lebih besar mengalami tekanan psikologis di masa pensiun. Hal ini terjadi karena tidak jarang dampak dari cedera yang dialami dapat mengganggu aktifitas sehari-hari karena tidak dapat disembuhkan total. Selain karena efek cedera yang menimbulkan rasa kehilangan, pensiunan atlet yang mengalami penyakit mental seperti depresi dan kecemasan disebabkan adanya faktor sosial khususnya stigma masyarakat itu sendiri. 

Stigma masyarakat yang terbangun pada pensiunan atlet secara garis besar yaitu ekspetasi yang terlalu tinggi dan kemungkinan tidak dapat menyesuaikan diri. Stigma ekspetasi terlalu tinggi pada pensiunan atlet biasanya muncul berdasarkan kemampuan atlet di lapangan yang sangat baik dari segi keterampilan maupun mental. Stigma ini terbawa dalam lingkungan sosial seperti lingkungan pekerjaan. Sementara stigma lain yang muncul yaitu kemampuan beradaptasi pada lingkungan kerja yang kurang baik disebabkan karena tugas pokok pekerjaan yang di luar bidang keahlian. Stigma ini tidak jarang dapat memberi tekanan psikologis pada pensiunan atlet.

Selain stigma sosial, trauma yang dihasilkan selama proses latihan juga menjadi penyumbang permasalahn psikologis pada atlet di masa pensiun. Bahkan tidak jarang pensiunan atlet mengalami depresi karena adanya trauma saat menjadi atlet dan umumnya banyak terjadi pada atlet bodycontact, seperti pensiunan atlet sepak bola. Pada akhirnya selama dan di akhir karir atletnya, seorang atlet harus mempertimbangkan terapi dengan psikolog olahraga untuk mengatasi mental illness yang dialami dan krisis identitas sebagai atlet setelah pensiun. Mengingat mental illness dan krisis identitas dapat berdampak pada tujuan hidup yang lebih luas dan berdampak pada kesejahteraan di masa depan. 

Pemeriksaan kesehatan setelah pensiun dari olahraga harus melibatkan pemeriksaan kondisi kesehatan fisik dan kesehatan mental yang berkelanjutan. Karena dampak dari cedera maupun trauma yang atlet alami mungkin akan timbul setelah memasuki masa pensiun. Selain pemeriksaan kesehatan, meluangkan waktu untuk berolahraga merupakan salah satu cara untuk menurunkan risiko terjadinya masalah kesehatan pada pensiunan atlet. Karena berolahraga merupakan faktor penting dalam kesehatan mental atlet. Pensiunan atlet dapat mencoba (Mainfulness) MBP karena dapat meningkatkan kesehatan mental dengan untuk mengurangi kecemasan dan stres sehingga kesejahteraan psikologis terpenuhi.

Scroll to Top