My Blog

Respon dan Adaptasi Latihan

Respon latihan pada cardiact

Respon latihan merupakan reaksi fisiologis manusia akan stimulus yang diberikan melalui latihan. Misalnya ketika seorang individu melakukan latihan aerobik akan menimbulkan respons pada jantung dan pembuluh darah yang pada akhirnya memenuhi peningkatan kebutuhan darah dan oksigen tubuh sekaligus mempertahankan mean arterial pressure (MAP). Peningkatan heart rate (HR), aliran balik vena, dan kontraktilitas jantung, seiring dengan penurunan afterload ventrikel, memungkinkan cardiac output lebih besar, dan cardiac output yang lebih besar didistribusikan kembali ke sirkulasi jaringan aktif. Redistribusi aliran darah ini dilakukan melalui vasokonstriksi sirkulasi jaringan yang tidak aktif dan bersamaan dengan vasodilatasi pada lapisan otot yang aktif. Aliran darah selama latihan aerobik ritmik semakin ditingkatkan oleh pompa otot rangka, yang menciptakan gradien tekanan yang lebih besar melintasi dasar kapiler, sehingga meningkatkan kekuatan penggerak aliran darah. Perubahan vaskular yang terjadi selama latihan aerobik juga mengakibatkan penurunan resistensi perifer total, peningkatan systolic blood pressure (SBP) dan MAP, dan sedikit perubahan pada diastolic blood pressure (DBP). 

 Kebutuhan energi saat latihan aerobik dan anaerobik lebih besar dibandingkan saat istirahat. Hal ini membuat jaringan tubuh memerlukan banyak oksigen untuk memenuhi kebutuhan energi. Sistem kardiovaskular merespons peningkatan kebutuhan energi selama latihan dengan meningkatkan aliran darah ke otot-otot yang bekerja sekaligus menjaga tekanan arteri dalam batas homeostatis. Selama berolahraga, konsumsi oksigen seluruh tubuh (V.O2) meningkat sebanding dengan intensitas latihan, dan merupakan fungsi dari peningkatan cardiac output (Q) dan oxygen extraction. Hubungan antar variabel tersebut dapat dijelaskan dengan persamaan Fick:

a-v O2 diff adalah perbedaan kandungan oksigen antara darah arteri dan vena, atau oxygen extraction. Selama latihan aerobik akut, cardiac output meningkat untuk mengakomodasi peningkatan kebutuhan darah dan oksigen dari jaringan yang bekerja. Respon jantung terhadap olahraga melibatkan peningkatan heart rate (HR) dan stroke volume (SV), yang terutama disebabkan oleh mekanisme saraf dan hormonal serta perubahan aliran balik vena dan preload ventrikel

Respon vascular

Selama berolahraga, terjadi redistribusi cardiac output (curah jantung), dengan proporsi cardiac output yang lebih besar ke kulit dan otot rangka dibandingkan saat istirahat. Proporsi curah jantung yang menyuplai jantung tetap sama, tetapi karena proporsi ini sama dengan curah jantung yang lebih tinggi, jumlah total darah yang dialirkan ke jantung lebih besar saat berolahraga dibandingkan saat istirahat. Oleh karena itu, selama berolahraga, aliran darah meningkat ke jaringan yang sangat aktif dan menurun ke jaringan yang kurang aktif. Mekanisme ini menunjukkan bahwa tubuh akan memprioritaskan aliran darah ke jaringannya berdasarkan kebutuhan.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, konsumsi oksigen seluruh tubuh (V.O2) meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas olahraga. Peningkatan V.O2 seluruh tubuh sebagian besar disebabkan oleh peningkatan V.O2 otot jantung dan rangka. Meningkatnya kebutuhan metabolisme jantung dan latihan otot rangka memerlukan pengiriman oksigen dan nutrisi yang lebih besar ke jaringan-jaringan aktif, serta pembuangan produk sampingan metabolisme yang cukup. Dengan demikian, aliran darah harus ditingkatkan untuk mengakomodasi kebutuhan oksigen dan nutrisi. Selain itu, peningkatan aliran darah kulit diperlukan untuk melepaskan panas dan membantu pengaturan suhu selama berolahraga. Aliran darah berbanding lurus dengan tekanan perfusi dan berbanding terbalik dengan resistensi pembuluh darah (reistance vascular). Dengan demikian, aliran darah saat berolahraga meningkat sebagai akibat dari peningkatan tekanan arteri dan penurunan resistensi pembuluh darah.

Selama berolahraga tekanan rata-rata arteri (mean arterial pressure) meningkat sebagai fungsi dari peningkatan tekanan darah sistolik (systolic blood pressure). Peningkatan systolic blood pressure dimediasi melalui peningkatan curah jantung. Selain itu, vasoactive signals yang berlawanan juga terjadi pada pembuluh darah selama berolahraga. Vasoactive signals berlawanan yaitu terjadinya vasokonstriksi sistemik dan vasodilatasi lokal. Vasokonstriksi lokal terjadi pada pembuluh darah simpatis pada jaringan yang tidak berolahraga untuk membantu pemeliharaan tekanan arteri. Vasodilator lokal terjadi pada otot aktif selama berolahraga yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah pada otot aktif dan penurunan resistensi perifer total (total peripheral resistance). 

Resistensi perifer total menurun selama berolahraga, akibat vasodilatasi pada jaringan aktif, terutama otot yang berolahraga. Vasodilatasi disebabkan oleh zat kimia yang dilepaskan dari otot yang sedang berolahraga dan pembuluh darah di sekitarnya. Pelepasan vasodilator bergantung pada aktivitas otot rangka, pada intensitas olahraga yang lebih tinggi, terdapat stimulus vasodilatasi yang lebih besar dan dengan demikian penurunan resistensi yang lebih besar. Penurunan resistensi pembuluh darah berfungsi untuk meningkatkan aliran darah ke otot-otot yang berolahraga sekaligus mencegah tekanan arteri naik terlalu tinggi.

Respon homeostatic

Selain perubahan fungsi jantung dan pembuluh darah, berolahraga juga menyebabkan perubahan hemostasis. Stimulus olahraga akut mengubah fungsi berbagai faktor darah yang terlibat dalam koagulasi dan fibrinolisis, sehingga memicu keadaan prokoagulasi dan profibrinolitik. Volume plasma darah menurun selama latihan aerobik, akibat perpindahan cairan antara kompartemen intra dan ekstravaskular dan kehilangan cairan melalui penguapan.

Berolahraga di lingkungan yang panas menimbulkan stres kardiovaskular khusus. Selama berolahraga, sistem kardiovaskular memiliki dua tujuan yaitu, memasok darah yang cukup ke otot-otot yang bekerja untuk mempertahankan konsumsi oksigen dan produksi energi, dan memasok darah yang cukup ke kulit untuk membantu kehilangan panas dan pengaturan suhu. Dalam kondisi termonetral, sistem kardiovaskular mampu mengakomodasi peningkatan kebutuhan aliran darah otot dan kulit dengan meningkatkan curah jantung dan mendistribusikan kembali curah jantung tersebut ke jaringan yang bekerja, sehingga aliran darah meningkat ke otot rangka dan kulit selama latihan aerobik. Hal ini dicapai dengan vasodilatasi pada otot rangka dan sirkulasi kulit. Dengan cara ini, konsumsi oksigen dapat meningkat seiring dengan intensitas olahraga, dan panas yang hilang cukup untuk menjaga keseimbangan termal.

Adaptasi bioenergi

Beberapa penelitian menunjukkan adanya adaptasi enzimatik akibat latihan resistance, selain itu sebagian besar penelitian menunjukkan tidak adanya perubahan atau penurunan aktivitas enzim, tetapi menunjukkan terjadinya hipertrofi otot yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas enzim dapat meningkat sebagai respons terhadap latihan, namun mungkin tidak berubah atau menurun jika latihan selanjutnya yang berkelanjutan menghasilkan hipertrofi otot yang signifikan. Perubahan enzimatik yang berterkaitan dengan salah satu dari tiga sistem energi bergantung pada variabel program akut. Program resistensi berat yang normal tampaknya mempunyai efek minimal pada aktivitas enzim seiring berjalannya waktu. Namun, program pelatihan yang meminimalkan hipertrofi dan menargetkan sistem energi tertentu kemungkinan besar akan menghasilkan peningkatan aktivitas enzim.

Adaptasi kardiovaskular

Latihan aerobik menghasilkan sejumlah adaptasi anatomi dan fisiologis pada peningkatan kapasitas latihan aerobik  dan peningkatan fungsi kardiovaskular (Smith & Fernhall, 2011). Jantung yang lebih besar dan kuat berkontribusi pada puncak stroke volume dan cardiac output yang lebih besar, sedangkan heart rate submaksimal yang lebih rendah membuat jantung mengalami lebih sedikit tekanan pada intensitas latihan submaksimal tertentu. Volume darah yang diperluas meningkatkan aliran balik vena, sehingga menambah stroke volume dengan pelatihan. Remodeling pembuluh darah secara substansial dan peningkatan fungsi sel endotel berkontribusi terhadap penurunan resistensi perifer total dan peningkatan aliran darah ke otot selama latihan intensitas tinggi. Penghambatan fungsi trombosit bersamaan dengan peningkatan potensi fibrinolitik bersifat kardioprotektif. Secara keseluruhan, adaptasi kardiovaskular terhadap latihan aerobik memungkinkan tingkat kinerja latihan yang lebih tinggi dan mendorong sistem kardiovaskular yang lebih sehat. Adaptasi latihan resistensi terhadap kardiovaskular yaitu terjadinya peningkatan massa ventrikel kiri karena peningkatan ketebalan dinding ventrikel, namun tidak terjadi perubahan ukuran rongga pada ventrikel kiri. Peningkatan massa ventrikel kiri sebagai adaptasi dari reisiten training disebabkan oleh adanya tekanan tinggi selama mengangkat beban.

Adaptasi pada serat otot

Salah satu adaptasi yang paling menonjol dari latihan resisitance adalah pembesaran ukuran otot. Pembersaran dan pertumbuhan ukuran otot yang terjadi dari perogram latihan kekuatan yang dilakukan dengan tepat dipercaya oleh para ilmuan, atlet, dan pelatih. Pertumbuhan ukuran otot disebabkan oleh hipertrofi serat otot. Muscle fiber hyperplasia atau peningkatan jumlah serat otot juga dipercaya sebagai peningkatan ukuran otot. Konsep hiperlansia otot akibat latihan resistance belum dapat dipercaya secara keseluruhan karena kesulitan metodologi penelitian seperti pengambilan sampel tidak dapat dilakukan pada seluruh otot, namun hal ini telah terbukti sebagai respon atas perlakuan yang diberikan kepada hewan.

Adaptasi pada komposisi tubuh

Perubahan komposisi tubuh memang terjadi pada program latihan ketahanan jangka pendek (6 hingga 24 minggu). Biasanya, tubuh dibagi menjadi dua kompartemen saat memeriksa komposisi tubuh. Istilah massa tubuh tanpa lemak (lean body mass) LBM dan massa bebas lemak (Fat Free Mass) FFM sering digunakan secara bergantian. Namun, kedua istilah tersebut mempunyai definisi yang berbeda. Massa tubuh tanpa lemak mengacu pada lemak esensial ditambah semua jaringan tanpa lemak, dan massa bebas lemak hanya mengacu pada semua jaringan tanpa lemak. Lemak esensial adalah lemak yang diperlukan untuk fungsi tubuh normal. Tujuan program latihan kekuatan adalah untuk meningkatkan massa bebas lemak dan menurunkan berat lemak dan persen lemak. Peningkatan massa bebas lemak biasanya dipandang sebagai cerminan peningkatan berat jaringan otot. 

Latihan kekuatan menyebabkan penurunan persen lemak dan peningkatan massa bebas lemak. Total berat badan menunjukkan peningkatan kecil selama periode pelatihan singkat. Hal ini terjadi baik pada pria maupun wanita yang menggunakan latihan resistensi dengan program yang melibatkan berbagai kombinasi latihan, set, dan pengulangan. Beberapa penelitian melaporkan perubahan signifikan yang lebih besar pada komposisi tubuh dengan program bervolume tinggi dan beberapa set dibandingkan dengan program bervolume rendah dan satu set. Program latihan yang dilakukan secara berkala dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan program non-periodik.

Adaptasi pada sistem saraf dan hormonal

Bagian dari adaptasi latihan yang dilakukan secara terprogram terhadap neuromuscular/sistem saraf adalah mengembangkan kemampuan untuk merekrut seluruh unit motorik dalam gerakan latihan tertentu, dan juga pengurangan penghambatan saraf untuk menghasilkan kekuatan maksimal baik secara terpusat maupun perifer. Adaptasi saraf lainnya juga terjadi yaitu aktivitas antagonis berkurang pada beberapa gerakan yang mengakibatkan peningkatan kekuatan agonis yang terukur. Aktivasi semua unit motorik di seluruh otot yang terlibat dalam suatu gerakan dikoordinasikan atau dioptimalkan untuk menghasilkan gaya atau tenaga maksimal. Adaptasi neuromuskular menghasilkan koordinasi gerakan yang lebih baik dengan produksi gaya maksimal dan submaksimal. Koordinasi unit motorik dan otot yang terlibat dipengaruhi oleh kecepatan dan jenis kerja otot. Sistem saraf pusat juga mampu membatasi kekuatan melalui mekanisme penghambatan, yang mungkin bersifat protektif. Dengan demikian, latihan dapat mengakibatkan perubahan urutan perekrutan serat baik pada agonis maupun antagonis atau berkurangnya penghambatan, yang dapat membantu kinerja jenis aksi otot tertentu.

Adaptasi yang terjadi pada sistem hormonal yaitu terjadinya interaksi endokrin dengan sel. Latihan ketahanan merangsang respons endokrin tubuh dengan menyebabkan pelepasan hormon. Hormon-hormon ini berinteraksi dengan berbagai reseptor sel. Sinyal hormonal berasal dari mekanisme endokrin, parakrin, dan autokrin dan berinteraksi dengan DNA sel, menghasilkan sinyal hormon untuk meningkatkan atau menurunkan sintesis protein.

Scroll to Top